“Jangan jadikan
senjata sebagai wibawa tapi gunakan wibawa sebagai senjata.”
Kalimat bijak diatas
mengajak seluruh anggota Kepolisian Negara RI (Polri) untuk menjadi polisi yang
meliliki wibawa yang dapat digunakan sebagai senjata dalam melaksanakan tugas –
tugas kepolisian. Dalam hal ini kewibawaan merupakan faktor utama.
Kewibawaan
dengan sendirinnya akan melekat didalam diri seorang polisi bila ia berplrilaku
sebagai polisi dan sebagai anggota masyarakat yang baik.
Sejak bergulirnya era
reformasi, kewibawaan polisi merupakan hal yang sulit diperoleh. Sikap arogan
polisi pada masa Orde Baru menjadi pokok masalah. Tuduhan, kritikan, dan
keluhanyang dilontarkan masyarakat datang bertubi – tubi. Yang dipersoalkan
adalah kinerja polisi.Menghadapi kenyataan ini, berbagai upaya untuk berbenah
diri telah dilakukan, termasuk mengubah pola militeristik polri dan menerapkan
paradigma baru Polri : dari sebagai penguasa
menjadi pelayan
masyarakat.
Era reformasi membawa
perubahan hampir disegala bidang. Dan pada masa globalisasi ini perubahan pada
satu sektor akan berdampak pada sektor lain. Perubahan yang terjadi pada satu
tempat membawa dampak perubahan di tempat lain termasuk di Nusa Tenggara Timur.
Perubahan pertumbuhan penduduk dan laju pembangunan di NTT akan di ikuti dengan
meningkatnya ancaman dan gangguan kamtibmas. Untuk itu, kepolisian daerah NTT
(Polda NTT), sebagai institusi pemerintah yang bertanggung jawab terhadap
berbagai permasalahan kamtibmas harus pula mengikuti perubahan yang terjadi.
Pembinaan terhadap personil dan materil harus dilaksanakan. Kemampuan dan
keterapilan harus ditingkatkan dan tidak kalah pentingnya adalah penggunaan
Iptek yang harus diperdayakan.
Berbicara tentang
perubahan, institusi kepolisian di NTT yang sekarang tingkatannya adalah polda
tipe ‘B’ tidak serta merta ada, tetapi melalui proses sejarah yang
panjang.Untuk menelusuri sejarah terbentuknya Polda NTT adalah tidak mudah.
Terbatasnya data dan sulitnya memperoleh dokumen menjadi kendala utama. Meskipun
demikian, kami tetap berupaya keras agar sejarah terbebtuknya Polda NTT dapat
dibekukan. Naskah singkat dan sederhana yang kami sajikan ini barulah langkah
awal. Harapan kami, pekerjaan ini dapat diteruskan dan diselesaikan walaupun
membutuhkan waktu dan tenaga. Organisasi penulisannaskah ini disusun secara
kronoligis, yaitu berdasarkan urut – urutan waktu. Dan kami memulainya dari
masa setelah proklamasi dimana pada masa itu lahir cikal bakal Polri.
SETELAH
PROKLAMASI ( 1945 – 1950 )
Berita proklamasi kemerdekaan
RI tanggal 17 Agustus 1945, tidak sampai ke NTT. Berita proklamasi secara jelas
baru diketahui pada tanggal 11 September 1945. Namun, runtuhnya kekuasaan
jepang di NTT tidak memberi kesempatan bagi tumbunya kekuatan militer di NTT,
sebab pada saat itu pada bulan september NICA telah masuk NTT dan dengan cepat
pemerintahan Belanda mengambil ahli kekuasaan dari pemerintahan jepang.
Dengan berakhirnya masa
pendudukan militer Jepang, secara otomatis lembaga kepolisian
bentukan Jepang pada saat itu – Keisatsutai (polisi) dan Tokubetsu Keisatsutai
(poisi istimewa) dibubarkan. Selanjutnya pemerintah Belanda membentuk lembaga
kepolisisan bernama Kepolisian Daerah untuk tiap – tiap Keresidenan. Untuk
Keresidenan Timor dibentuklah Kepolisian Daerah Timor yang berkantor di
Bakunase. Anggotanya terdiri dari para bekas KNIL dan hasil rekrut dari polisi
Holandia di Irian dan dari sekolah polisi Sulawesi dan Sukabumi.
Pada masa pendudukan
Belanda, sistim pemrintah di NTT dikembalikan pada struktur pemerintahan
penjajahan Belanda sebelum Jepang masuk. Pada masa itu NTT hanya berbentuk
Keresidenan yang bernama Keresidenan Timor. Keresidenan Timor membawahi tiga
Afdeeling yaitu Afdeeling Timor dan kepulauannya (berkedudukan di
Kupang), Afdeeling Flores (berkedudukan di Ende), Afdeeling Sumba (berkedudukan
di Waingapu). Pusat keresidenan berada di Kupang berada dibawah
pimpinan seorang Residen.
Berdasarkan ketetapan
yang dirumuskan dalam suatu konferensi di Denpasar (24 Desember 1946),
dibentukalah negara Indonesia Timur (NIT) pada tahun 1947 yang terdiri dari 14
daerah di Indonesia bagian Timur :Bali, Lombok, Sumbawa, Sumba, Flores, Timor,
Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Minahasa, Sangihe – talaud,
Maluku Utara, Maluku Selatan dan Irian barat.
Pada tahun 1947 dan 1948
Belanda melakukan serangan umum terhadapa wilayah RI. Tujuannya adlah merebut
daerah – daerah yang masih dikuasai oleh RI. Serangan umum yang dilancarkan
Belanda ini dikenal dengan nama Agresi militer I (21 Juli 1947) dan Agresi militer
II (19 Desember 1948). Dua Agresi militer Belanda terhadap RI saat itu tidak
membawa dampak apa – apa terhadap NIT khususnya terhadap kesatuan keopolisian
di Keresidenan Timor. Pada masa itu, Keresidenan Timor dan seluruh wilayah NIT
sudah berada dibawah pemerintahan
MASA
RIS
Pada tanggal 27 Desember
1949 Negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI) diubah menjadi Negara Republik
Indonesia Serikat (RIS). Pada masa itu NIT menjadi bagian RIS. Dengan
adanya pemerintahan RIS di satu pihak dan pemerintahan
Negara bagian di lain pihak, maka terdapat pula dua lembaga kepolisian yaitu
Polisi RIS dan Polisi Negara Bagian. Dan di NIT lembaga kepolisiannya adalah
Polisi Negara Indonesia Timor. Pada masa RIS , Kepolisian Daerah Timor dibawahi
oleh Jawatan Kepolisian Negara Indonesia Timor.
KP
Kom NTT
Setelah kembali menjadi
NKRI, tahun 1950, Negara Indonesia Timor ditiadakan. Pada tahun 1951
Keresidenan Timor dan beberapa daerah lain yakni Bali, Lombok, Sumbawa, dan
Sumba membentuk propinsi Sunda Kecil dengan lembaga Kepolisian Propinsi Sunda
Kecil yang berkeduduksn di Singaraja Bali. Kepolisian Provinsi Sunda Kecil
membawahi kepolisian daerah Bali, kepolisian daerah Lombok, keoplisian daerah
Sumbawa dan Sumba, kepolisian daerah flores dan kepolisian daerah Timor. Dan
sebagai Kepala Kepolisian Daerah Timor yang pertama dijabat oleh Komisaris
Polisi Kelas II Titus Uly (1951-1952).
Pada tahun 1952, lembaga
kepolisian diwilayah ini diubah menjadi KP Kom NTT (Kantor Kepolisian
Komisariat). Sebagai pejabat pertama yang memimpin KP Kom NTT adalah Komisaris
Polisi Kelas I Moerhadi Danu Wilogo (1952-1955). Belum lama Wilogo menjabat
sebagai KP Kom NTT. Kepemimpinan NTT diteruskan oleh Komisaris Polisi Ida Bagus
Mahadewa (1955-1957). Dan sejak tahun 1957 s.d 1961 KP Kom dijabat oleh
Komisaris Besar Polisi W.Roesman.
Berkenaan dengan suhu
politik Nasional yang saat itu sedang memanas, kebutuhan adanya kesatuan
pemukul Mobrig (sekarang disebut Brimob) mulai dirasakan. Oleh karna itu pada
tanggal 11 Juni 1951 dibentuklah 1 Peleton (saat itu satuan Peleton disebut
Seksi) Mobrig cadangan Timor yang menginduk pada Kompi 5214 Denpasar. Peleton
cadangan Timor ini dipimpin oleh Komandan Peleton (Danton yang bernama
Inspektur Polisi Kelas II D.Endun (1951-1954).
Pada awal dibentuknya
Peleton Mobrig ini terdiri dari 65 orang personil kedudukannya dikantor
Kepolisian Daerah Timor Kupang. Baru pada tahun 1954 mulai dibangun markas
Mobrig di Pasir Panjang. Pada saat pembangunan markas Mobrig ini, Peleton
cadangan Timor di komandani oleh Inspektur Polisi Kelas II Abdul Rajak
(1954-1960).
Pada tahun 1956, Peleton
Mobirg pada saat itu sudah berganti nama dengan Peleton 5486, dikirim keaceh
untuk melaksanakan operasi penumpasan DI / TII. Pada tahun 1958,
sejalan dengan pembentukan provinsi NTT dan perubahan nama lembaga kepolisian
di NTT, Peleton 5486 dikembangkan menjasi kesatuan setingkat kompi, yaitu Kompi
5486. Selanjutnya, tahun 1960 Kompi 5486 berubah menjadi Kompi B Yon 414.
Sebagai komandan kompinya (Danki) adalah Inspektur Polisi Kelas II J.Sampe.
Antara tahun 1958 s.d
1961, KP Kom NTT belum memiliki Rumah Sakit. Pada saat itu pelayanan kesehatan
untuk anggota Polri dilakukan dengan rawat jalan yang dilayani oleh sebuah
poliklinik sederhana bertempat di Kesatrian Lasikode. Baru pada tanggal 3 Juli
1967 diresmikan sebuah
bagunan Rumah Sakit yang diberi nama Rumah Sakit Bayangkara (RSB). Gedung RSB
yang hingga kini masih berdiri ini, dulunya adalah bekas gedung telekomunikasi.
(berikut ini adalah nama-nama dokter yang pernah menjabat sebagai Kepala RSB :
Komisaris TK II Dr.Widodo Darmohusodo, Mayor Pol. Dr. Hanjaya Tedjasudana,
Mayor pol.Dr. I Gede Saputra, Kapten Pol. Dr. Agus Mulyono, Kapten Pol. Dr.
Sugeng Prapto, Lettu pol. Dr. Priyo Sunarto, AKP. Dr.Hadi Sulistyanto, Kom.Pol.
Dr. Rusdianto). Sejak terbentuknya Polda NTT, RSB merupakan dinas kedokteran
dan kesehatan (Dis Dokkes) yang dipimpin oleh seorang kepala atau Kadis Dokkes
yaitu AKBP. Dr. Agus Sriyono.
Untuk menanggulangi
kebutuhan jumlah personil Polri NTT yang saat itu masih sangat
sedikit, pada tahun 1960 di dirikanlah Sekolah Kepolisian yang berkedudukan di
Kupang. Dalam masa perkembangannya, Sekolah Kepolisian di NTT ini mengalami
beberapa kali perubahan nama. Pada awal berdirinya, Sekolah Polisi di NTT bernama
SPN (Sekolah Kepolisian Negara) Kupang. Tahun 1961 diubah namaya menjadi SAK
(Sekolah Angkatan Kepolisian). Tahun 1965 SAK diubah menjadi DEPLAT – 017 (Depo
Pendidikan dan Pelatihan). Tahun 1974, DEPLAT-017 diubah menjadi DODIKLAT 15-3
Kupang. Tahun 1980 berubah lagi menjadi DODIKLAT 011-2 Kupang. Tahun 1985
(sampai sekarang) nama DODIKLAT 011-2 diubah lagi dan kembali menggunakan nama
SPN Kupang. Sebagai Kepala atau Ka SPN terakhir, sekarang dijabat oleh AKBP.Drs.
Kurnia Suratno S. (berikut ini adalah nama-nama yang pernah menjabat sebagai Ka
SPN Kupang : AKBP Drs.Rej Sahelangi, AKBP R.Toekirman, Kom.Pol. Drs T.W.Daeng,
Letkol.Pol. Drs I Wayan Negara, Mayor Pol. N.A.Sodakh,BA, Letkol Pol. Drs
Koentjoro D, Letkol Pol. Drs. R.Mardjatmo, Letkol Pol. P.L.Gasperz, Letkol Pol.
Soegiman TD, Letkol Pol. D.U.Sitohang, Smik, Letkol Pol. Drs.FX.Ahmad,SH.,
Letkol Pol. Samuel Lukas,Smik, Letkol Pol. Drs. Djoko Poerwono, dan terakhir
AKBP. Drs. Kurnia Suratno S).
KOMDAK
XVII NTT
Pada tahun 1961 Kp Kom
NTT diubah menjadi Komando Daerah Kepolisian atau Komdak XVII NTT. Sebagai
Panglima Daerah Kepolisian (PANGDAK) yang pertama dijabat oleh Komisaris Besar
Polisi Drs.R.Ostenriyk Tjitrosunarjo (1961-1963). Selanjutnya jabatan PANGDAK
dipegang oleh Kombes Pol. Drs. Goebada (1963-1965). Kepemimpinan Komdak XVII
dilanjutkan oleh Kombes Pol. Drs R.Hardono (1965-1968) yang saat itu sekaligus
menjabat sebagai Papelrada (Panglima Pengawas Pelaksana Pengendali Daerah).
Jabatan Papelrada ini dijabat oleh Hardono sehubungan dengan terjadinya
peristiwa G 30 S PKI (1965).
Pada tahun 1967, Hardono
digantikan oleh Kombes Pol. Drs Soehasono (1968-1972). Selanjutnyanpimpinan
Komdak XVII NTT ditutup oleh Pangdak Kombes Pol. Drs. Husein Ganda Subrata
(1972-1974).
Pada tahun 1961 Kompi
Mobrig 5486, dibawah pimpinan Danki Inspektur Polisi Kelas II J.Sampe, dikirim
ke Palopo – Sulawesi Selatan untuk melaksanakan operasi penumpasan
pemberontakan Kahar Muzakar. Pada tahun 1962 Mobrig (Mobile Brigade)
diubah menjadi Brimob (Brigade Mobile).
Pada tahun 1965 s.d 1966
dibawah komando Pangdak Kombes Pol. Drs Hardono yang saat itu juga menjabat
sebagai Papelrada Anggota Komando Daerah Kepolisian NTT termasuk
Kompi Brimob yang Dankinya saat itu adalah Kapten Pol. P.L.Gasprez (1965-1974)
turut aktif melaksakan operasi penumpasan terhadap pemberontakan G 30 S PKI di
NTT.
KOMTARRES
NTT
Pada tahun 1974 Komdak
XVII NTT dilebur lagi bersama dengan Kmdak XVI Lombok kedalam Komdak XV Bali.
Yang berkedudukan di Denpasar . Validasi tiga Komdak di NTT,NTB dan Bali
menjadi satu yaitu Komdak XV ini diikuti dengan perubahan kesatuan
dibawahnya yaitu Komdak XVII NTT yang diubah namanya menjadi Komtarres NTT
(Komando Antar Resort NTT). Komtarres NTT dipimpin oleh pejabat yang disebit
Dantarres. Dantarres pertama adalah Kolonel Pol. Leatemea (1974-1976).
Sejalan dengan perubahan
Komdak XVII menjadi Komtarres NTT yang menginduk kepada Komdak XV (Bali),
terjadi penyesuaian dalam tubuh Brimob. Kompi Brimob yang saat itu bernama
Kompi B Yon 414 diubah namanya menjadi Kompi Dak XV-34 Kupang. Sebagai Dnkinya
dijabat oleh Kapten Pol. Utomo (1974-1977).
Apada masa menjelang TIM
TIM berintegrasi masuk menjadi NKRI, jajaran Kepolisian Komtarres NTT, termasuk
Kompi Dak XV – 34 Kupang ikut andil dalam mengamankan wilayah perbatasan Timor
Timur – Timor Barat. (Berikut adalah nama-nama yang pernah menjabat sebagai
Komandan Kompi Dak XV – 34 Kupang : Kapten Pol. Utomo, Lettu pol.Sudaryanto,
Lettu Pol.Khaidir Salim, Letda Pol.Beku Diaz, Lettu Pol. I Made Ritik, Lettu
Pol. Irwanto, Lettu Pol.Setiyo Budi, Lettu Pol. Prio Munjinat, Lettu Pol.Abdul
Fitri, Lettu Pol.Beni Rudy, dan Kapten Pol.Geradus Bata Besu.)
KOWIL
112 NTT
Perubahan bentuk dari
Komtarres menjadi Kowil 112 NTT terjadi pada tahun 1976, yakni berkaitan dengan
terjadinya perubahan dari Komdak XV yang berkedudukan di Denpasar berubah
statusnya menjadi Polda Nusa Tenggara yang kedudukannya tetap di Denpasar.
Pejabat yang memimpinnya disebut Danwil. Sebagai Danwil pertama adalah Kolonel
Polisi Drs.FX.Judhomo (1976-1978). Kepemimpinan Kowil NTT selanjutnya dijabat
oleh Kolonel Polisi FX. Soejodono (1978-1981) dan dari tahun 1981 s.d 1985,
Kowil 112 NTT dipimpin oleh Pol.Drs. Suherman.
POLWIL
NTT
Pada tahun 1985, Kowil
112 NTT diubah namanya menjadi POLWIL NTT pejabat yang memimpinnya
disebut Kapolwil. Selama masa orientasi Polwil (1985-1996) telah terjadi enam
kali pergantian Kapolwil berikut adalah nama Kapolwil yang pernah menjabat
Polda NTT setelah Muhamad Zein. Mereka adalah Kol Pol. Drs. Yusar Hasan
(1986-1988), Kol Pol. Drs. FX. Sutopo (1988-1990), Kol Pol. Drs. I Made Dharta
(1990-1992), Kol Pol. Drs.Feri Mailensun (1992-1994), Kol Pol. Drs.
FX.Luntungan (1994-1995) dan Kol Pol. Drs. Trimada Dhani (1995-1996).
POLDA
NTT
Pada tahun 1996,
tepatnya tanggal 26 September Polda Nusra dilikuidasi menjadi empat Polda yaitu
Polda Bali, Polda NTB, Polda NTT, dan Polda Tim Tim. Dengan adanya likuidasi
Polda Nusra maka lembaga Kepolisian di NTT terjadi perubahan status dari Polwil
menjadi Polda tipe C. Sebagai Kapolda pertama dijabat oleh mantan Kapolwil NTT
yaitu Kol Pol. Drs. Trimada Dhani.
Trimada Dhani menjabat
sebagai Kapolda NTT selama satu tahun yakni dari bulan September 1996 s.d
Agustus 1997. Selanjutnya tongkat kepemimpinan Polda diteruska oleh Kol Pol.
Drs. Sawal Hariyadi (Agustus 1997- April 1998), Kol Pol.Drs.Engkesman R.Hilep
(April 1998-Februari 1999), dan terakhir dijabat oleh Kol Pol. Jusuf
Sudradjat,S.sos (Februari 1999- Juni 2000.
Setahun setelah TimTim
lepas dari NKRI (Agustus 1999), tepatnya pada bulan Oktober 2000 Polda yang
saat itu bertipe ‘C’ dinaikan statusnya menjadi ‘B’. Sejalan dengan peningkatan
status ini kepangkatan Kapolda dari Kolonel menjadi Brigadir Jendral. Dengan
demikian Kapolda saat itu yaitu Kolonel Polisi Jusuf Sudradjat yang saat itu berpangkat
Kolonel dinaikkan pangkatnya satu tingkat menjadi Brigadir Jendral.
Belum genap setahun
menjabat sebagai Kapolda NTT bertipe ‘B’ Jusuf Sudradjat digantikan oleh Brig
Pol. Drs. John Lalo,Msc. (Juni 2000 – Oktober 2000) selanjutnya
tongkat kepemimpinan Polda NTT dipegang oleh Brig Pol. Drs. Made M. Pastika
(Oktober 2000 – Januari 2001. Kemudian dari bulan Januari 2001 tepatnya tanggal
23 Januari 2001 sampai sekarang kepemimpinan Polda NTT dijabat oleh Brigjen
Pol. Drs. Y.Jacki Uly.
Mengikuti perubahan yang
terjadi , yaitu likuidasi Polda Nusra dan terbentuknya Polda NTT, pada tahun
1997 Kompi Brimob dikembangkan statusnya menjadi Sat Brimob yang membawahi
empat Kompi. Sebagai komandan yang satunya dijabat oleh Mayor Pol. Drs. Budi
Astomo (1997 – 1998). Pada tahun 1998 s.d 1999, Sat Brimob dikomandani oleh PLH
yakni Letnan Kolonel Polisi Drs. Ismail Ernawi (Kadit Samapta). Selanjutnya
Wadansat Brimob saat itu, Mayor Pol.Drs. Moch Badrun naik menggantikan Ernawi.
Setelah Moch Badrun, jabatan Dansat Brimob dipegang oleh mayor Pol. Bimo Geru
Dhahono (1999-2000).
Berkaitan dengan
perubahan status Polda NTT dari tipe C ke tipe B pada tahun 2000 Sar Brimob
dikembangkan menjadi 2 Batalyon (membawahi 10 kompi) yaitu Batalyon A
berkedudukan di Kupang dan Batalyon B berkedudukan di Maumere.
Sebagai Dansatnya adalah AKBP Pol. Drs. FX. ABD Rakhman Baso.
Perubahan status lembaga
kepolisian NTT dari Polwil menjadi Polda tipe C kemudian berkembang lagi
menjadi tipe B didasarkan pada pertimbangan atas meningkatnya ancaman dan
gangguan kamtibmas sebagai dampak ikutan dari laju pembangunan.
Untuk mengantisipasi
permasalahan kamtibmas di wilayah perairan Polda NTT, dibentuklah Sat Polairud
pada bulan september 1997. Pada saat itu, Sat Polairud di bawah Direktorat Samapta
Polda NTT. Dan sebagai Kepala Kesatuannya (Kasat) adalah Kapten Pol. Simon
Pais. Kaoplda NTT saat itu, Brigjen Pol. Jusuf Sudradjat,S.Sos meresmikan Mako
Polairud yang terletak di
Pasir Panjang. Sebagai Dansatnya adalah Letnan Kolonel Polisi E.D. Kalumbang
(Maret 2000 – Desember 2000). Kemudian sejak bulan April 2001 sampai sekarang,
Komandan Sat Polairud dijabat Oleh AKBP Oktavianus Pah.
Perubahan status Polda
dari tipe C menjadi tipe menjadi tipe B merupakan pekerjaan yang cukup berat mengingat
sangat terbatasnya sumber daya yang ada. Dengan demikian, hal ini harus
dilaksanakan secara bertahap untuk penuntasannya. Pembentukan Polda NTT sudah
barang tentu akan menuntut berbagai kesiapan dan perencanaan yang akurat dan
berlanjut, baik yang menyangkut aspek personil maupun aspek material dan
fasilitas lainnya seperti kantor, perumahan, kendaraan, dan sarana komunikasi
yang dapat menunjang pelaksanaan tugas – tugas Kepolisian.
Brigjen Pol Drs. Y.
Jacki Uly diganti oleh Brigjen Pol Drs Edward Aritonang, M.M yang menjabat
Kapolda NTT sejak Tahun 2002 s/d 2005. Selanjutnya Drs R.B. Sadarum, SH hingga
Tahun 2008 dan Drs. A. Bambang Suedi MM, MH (2008-2010).
Pada tanggal 14 Februari
2010 Drs. A. Bambang Suedi MM, MH diganti oleh Drs. Yorry Yance Worang.
Dengan motto “Kalau bukan kita, siapa lagi. Kalau bukan sekarang, Kapan lagi ”,
Kapolda NTT berupaya untuk merubah pola pikir dan budaya personel Polri Polda
NTT sehingga mempercepat tercapainya program Kapolri yakni partnership building
karena “ Bae sonde bae, Flobamora lebe bae “.
No comments:
Post a Comment