" Dari sejumlah aturan soal syarat penyidik kepolisian, baik Pejabat Penyidik Kepolisian, Penyidik Pembantu, maupun Pejabat PPNS, ketiganya tidak mensyaratkan kewajiban penyidik bergelar sarjana hukum".
Analisa Yuridis :
Penyidik di kepolisian pada dasarnya telah diatur dalam Pasal 1 angka 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”):
“Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.”
Lebih khusus lagi, syarat menjadi penyidik itu sendiri diatur lagi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana sebagaimana yang telah diubah oleh Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“PP 58/2010”).
Penyidik adalah [Pasal 2 PP 58/20120]:
a. pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan
b. pejabat pegawai negeri sipil.
syarat-syarat untuk menjadi penyidik itu? Apakah harus sarjana hukum? Untuk menjawabnya, kami mengacu pada Pasal 2A ayat (1) PP 58/2010:
(1) Untuk dapat diangkat sebagai pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, calon harus memenuhi persyaratan:
a. berpangkat paling rendah Inspektur Dua Polisi danberpendidikan paling rendah sarjana strata satu atau yang setara;
b. bertugas di bidang fungsi penyidikan paling singkat 2 (dua) tahun;
c. mengikuti dan lulus pendidikan pengembangan spesialisasi fungsi reserse kriminal;
d. sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter; dan
e. memiliki kemampuan dan integritas moral yang tinggi
Namun, dalam hal pada suatu satuan kerja tidak ada Inspektur Dua Polisi yang berpendidikan paling rendah sarjana strata satu atau yang setara, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atau pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang ditunjuk dapat menunjuk Inspektur Dua Polisi lain sebagai penyidik [Pasal 2B PP 58/2010].
Dalam PP 58/2010 juga dikenal Penyidik pembantu yang diatur dalam Pasal 3 ayat (1) PP 58/2010 berbunyi:
(1) Penyidik pembantu adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. berpangkat paling rendah Brigadir Dua Polisi;
b. mengikuti dan lulus pendidikan pengembangan spesialisasi fungsi reserse kriminal;
c. bertugas dibidang fungsi penyidikan paling singkat 2 (dua) tahun;
d. sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter; dan
e. memiliki kemampuan dan integritas moral yang tinggi.
Sedangkan syarat untuk menjadi pejabat penyidik pegawai negeri sipil (“Pejabat PPNS”) terdapat dalam Pasal 3A ayat (1) PP 58/2010:
(1) Untuk dapat diangkat sebagai pejabat PPNS, calon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. masa kerja sebagai pegawai negeri sipil paling singkat 2 (dua) tahun;
b. berpangkat paling rendah Penata Muda/golongan III/a;
c. berpendidikan paling rendah sarjana hukum atau sarjana lain yang setara;
d. bertugas di bidang teknis operasional penegakan hukum;
e. sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter pada rumah sakit pemerintah;
f. setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan pegawai negeri sipil paling sedikit bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir; dan
g. mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan di bidang penyidikan.
Ketentuan syarat menjadi Pejabat PPNS tersebut kemudian ditegaskan dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.Hh.01.Ah.09.01 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengangkatan, Pemberhentian, Mutasi, Dan Pengambilan Sumpah Atau Janji Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil, Dan Bentuk, Ukuran, Warna, Format, Serta Penerbitan Kartu Tanda Pengenal Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (“Permenkumham 2011”).
Dari sejumlah aturan soal syarat penyidik kepolisian di atas, baik Pejabat Penyidik Kepolisian, Penyidik Pembantu, maupun Pejabat PPNS, ketiganya tidak mensyaratkan kewajiban penyidik bergelar sarjana hukum. Dengan kata lain, sarjana strata satu dari disiplin ilmu lainnya bisa saja menjadi penyidik kepolisian asalkan memenuhi syarat-syarat lainnya.
Berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rekrutmen dan Seleksi Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia secara eksplisit menyebutkan bahwa diutamakan yang berijazah Sarjana Hukum.
Sarjana hukum memang bukan syarat mutlak untuk menjadi penyidik kepolisian, namun sarjana hukum lebih diutamakan daripada sarjana lainnya. Ketentuan ini jelas disebut dalam Pasal 10 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rekrutmen dan Seleksi Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Perkapolri 1/2012”) yang berbunyi:
Persyaratan calon peserta Rekrutmen dan Seleksi Penyidik Polri meliputi:
a. berpangkat paling rendah Inspektur Polisi Dua (Ipda);
b. berijazah sarjana yang terakreditasi, paling rendah Strata 1 (S1) dan diutamakan berijazah Sarjana Hukum;
c. memiliki minat di bidang penyidikan disertai dengan surat pernyataan;
d. mampu mengoperasionalkan komputer yang dibuktikan dengan surat keterangan dari Kasatker/Kasatfung atau dari lembaga kursus;
e. telah mendapatkan rekomendasi dari Satker yang bersangkutan untuk mengikuti seleksi disertai dengan daftar penilaian kinerja;
f. sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan dari dokter Polri; dan
g. tidak bermasalah baik pidana/pelanggaran yang dibuktikan Surat Keterangan Hasil Penelitian (SKHP).
Pengertian “diutamakan berijazah Sarjana Hukum” di sini dapat dimaknai bahwa syarat penyidik kepolisian berijazah sarjana hukum tidak mutlak, hanya saja lebih diutamakan daripada sarjana disiplin ilmu lainnya.
Demikian penjelasan, semoga bermanfaat.
No comments:
Post a Comment